Tahun lalu, “The Hobbit: An Unexpected Journey” berakhir dengan pemandangan Lonely Mountain di kejauhan. Pada “The Desolation of Smaug” dimulai dari sedikit flashback pertemuan pertama antara Gandalf (Ian McKellen) dan Thorin Oakenshield (Richard Armitage) sebelum petualangan dimulai. Latar ini mengambil 5 menit awal dari keseluruhan film yang mengalir selama 2,5 jam lebih.
Cerita kali ini semakin gelap. Kawanan ini harus melewati hutan Mirkwood yang sudah “terinfeksi kegelapan”. Di dalamnya mereka bertemu dengan kerjaan Elf yang dipimpin oleh Thranduil, seorang raja yang egois. Selepas dari Mirkwood, mereka masih harus melewati Laketown dan menghadapi walikotanya yang serakah, sungguh gambaran sebuah birokrat yang buruk. Baru kemudian mereka bisa memasuki gunung Erebor. Tentu saja petualangan tidak berhenti sampai disitu
Bilbo Baggins (Martin Freeman) tetap terus berperan dalam kawanan yang dipimpin oleh Thorin ini. Yang mungkin agak membingungkan bagi beberapa orang adalah munculnya Legolas (Orlando Bloom), mengingat lini masa The Hobbit itu puluhan tahun sebelum Lord of The Rings. Sebenarnya bukan suatu hal yang mengejutkan jika masih ingat perkataan Lord Elrond, penguasa Elf di Lord of The Rings, bahwa Elf tidaklah abadi, namun umurnya lebih panjang.
Yang paling keren di film ini tentu saja sang naga, Smaug the Stupendous, the Inpenetrable, the Magnificent and the Terrible. Panjang ya? Bukan itu namanya, hanya mengutip kata-kata si Bilbo saja. Suara Smaug dibawakan oleh Benedict Cumberbatch. Dibuat secara digital, Smaug sangat luar biasa, figurnya sangat akurat sesuai dengan deskripsinya di buku. Cumberbacth membawa Smaug lebih hidup dengan suaranya yang dalam, menggema menakutkan ke seluruh ruangan bioskop.
Secara keseluruhan, film The Hobbit: Desolation of Smaug ini luar biasa. Diadaptasi dari novel “Hobbit” karya J.R.R Tolkien, sutradara Peter Jackson tampaknya menggunakan Appendix yang ada dalam buku ini untuk menciptakan dunia dan cerita yang lebih akurat dengan bukunya. Meskipun ada perubahan plot seperti cinta segitiga yang memang populer di film-film belakangan ini. Akan tetapi jika kita mengesampingkan detail minor ini, The Desolation of Smaug tetap merupakan film yang luar biasa.
Dengan penutup yang membuat hati anda terluka, entah karena kasihan dengan penduduk Lakewood atau karena endingnya “nanggung”, anda akan terpaku di tempat duduk saat lagu “I See Fire” oleh Ed Sheeran diputar dan credit title ditampilkan. Satu kalimat yang masih terngiang di telinga saya adalah sesaat sebelum penutupan, “What Have We Done?” yang diucapkan Bilbo Baggins.
Bagaimana dengan anda, sudah menonton film ini?
Dibawah ini adalah pendapat yang dikirimkan pembaca atas artikel ini. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara bebas, anda boleh menulis apa saja asal mampu mempertanggungjawabkannya. Kami menerima kritik dan saran namun tidak menerima caci maki. Hidup cuma sekali, jangan sia-siakan hanya untuk menyakiti hati orang lain.
Disclaimer: Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan Hanya Lewat. Redaksi berhak menyunting atau menghapus kata-kata yang berbau narsisme, promosi, spam, pelecehan, intimidasi dan kebencian terhadap suatu golongan.
Anda harus masuk untuk berpendapat.
wah…kayaknya keren nih filmnya, dan alhamdulillah saya belum nonton,bisa buat rekom nih, ahehehe…
terima kasih gan 😀
Saya udah punya film-nya (sedot dari ganool) tapi belum sy tonton. 🙂