Ini bukan artikel pesenan lho. Ini sebenarnya cuma iseng saja. Daripada ga ada yang bisa dibikin artikel, ya aku bikin aja perbandingan kedua kopi putih ini.
Saya ini kan orangnya memang iseng. Beli sesuatu ya kadang iseng aja, tetapi hanya untuk makanan dan sesuatu yang harganya murah. Istilah yang saya gunakan sih, “nyicip” alias nyobain. Seperti beberapa waktu lalu saya membeli Top White Coffe di Superindo. Mau ga mau ya beli yang isi 10, lha wong adanya itu.
Selama ini saya memang tidak terlalu suka kopi. Ya kalo ada sih saya minum, kalo ga ada ya udah. Kopi putih yang sering saya minum (dan saya suka) adalah Luwak White Coffe, yang menurut saya memang enak. Buat kalian yang penggemar kopi, jangan dibully ya, saya memang cuma bersedia spending maksimal 15 ribu rupiah untuk kopi, tidak ratusan ribu seperti kalian. 🙂
Kesan pertama saat menyeduh Top White Coffe adalah tidak terkesan. Hahaha. Ya iyalah, dari aroma saja sudah berbicara: “kopi yang kamu seduh ini tidak enak”. Aroma yang keluar tidak seharum Luwak White Coffe. Aroma yang tercium di hidung saya menyatakan bahwa kopinya kurang berasa, sehingga saya pun menjadi tidak lagi bersemangat untuk menunggunya sedikit lebih dingin.
Setelah aroma, tentu yang kedua adalah rasa. Seperti yang saya bilang tadi, aromanya sudah menunjukkan seperti apa rasanya. Top White Coffe memiliki rasa krim yang lebih mendominasi daripada rasa kopinya. Tentu saja ini tidak menyenangkan. Saya pengennya minum kopi dicampur krim, bukan krim dicampur kopi. Skor sementara masih 2-0 untuk Luwak White Coffe.
Berbeda dengan Luwak White Coffe yang tidak meninggalkan residu di gelas, Top White Coffe tidaklah benar-benar halus. Ada semacam ampas “tipis” yang tersisa jika kita mengendapkannya lebih lama. Sehingga saat kopinya tidak diaduk cukup lama, maka bagian atas dan bawah menjadi berbeda rasa dan teksturnya.
Demikian pula masalah “residu” dari ginjal alias saat buang air kecil. Jika minum Luwak White Coffe, baunya masih sewangi kopi itu, tapi untuk Top Coffe, baunya jadi aneh. Bagi saya jelas sekali bahwa komponen kimiawi yang ada pada kedua kopi sachet ini berbeda, mengingat tubuh saya itu konsisten lho. Hahaha.
Apa mau dikata, ternyata Top White Coffe tidak sekelas dengan Luwak White Coffe. Sebenarnya sih sudah ketahuan dari harganya, Top White Coffe harganya 7 ribuan, sedangkan Luwak White Coffe 13 ribuan. Dengan rasa seperti itu, saya jadi berpikir, apakah Iwan Fals benar-benar mau meminum Top White Coffe ini? Selamat ngopi sore-sore!
Dibawah ini adalah pendapat yang dikirimkan pembaca atas artikel ini. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara bebas, anda boleh menulis apa saja asal mampu mempertanggungjawabkannya. Kami menerima kritik dan saran namun tidak menerima caci maki. Hidup cuma sekali, jangan sia-siakan hanya untuk menyakiti hati orang lain.
Disclaimer: Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan Hanya Lewat. Redaksi berhak menyunting atau menghapus kata-kata yang berbau narsisme, promosi, spam, pelecehan, intimidasi dan kebencian terhadap suatu golongan.
Anda harus masuk untuk berpendapat.
Sekrang bang Iwan sedang sibuk dengan kawan barunya, goverment…
Hahaha… saya ini ndak punya kawan baru mas…
Kawan lama semua… 🙂
Lagipula, kawan macam apa itu? 😀
Lha namanya sama Iwan nya kalau kopi aku malah masih suka yg hitam tanpa gula… jadi tinggal nambah gula sendiri sesuai selera 😀 agak ribet memang, tapi kesan ngopinya dapet hihihihihi…
Who iyo, aku ra sadar sing dimaksud bang Iwan ki dudu aku… aku sing kepedean yo… hahahaha… Ngunu mas Adi ki ra nambahi fals lho, dadi aku ra paham. :v
Nek kopi item yo aku pernah, tapi ga tau tumbas, soale ga hobi ngopi, sing enek mengko jamuren. :v Nek ngopi di luar, ga suka taste Jogja, terlalu manis, kopinya dikit, airnya banyak. Beda sama taste Madiun yang sukanya kental. 🙂
Kalau saya karena lambungnya sensitif terhadap kopi jadi menghindari minum kopi. Tapi dengar kalau kopi luwak itu lebih ramah, pernah nyoba juga eh ternyata tetap masih sensitif jadi apapun mereknya tetap menghindari hehehe
Tapi postingan ini membenarkan pendapat teman saya juga sih, katanya yang top itu kurang enak.
Kalo saya juga sensitif, dompet saya sih mas… :v
Lha kalo kopi yang “beneran kopi” itu kan mahal. Hahahaha… 😀
Tapi emang bener kok, rasanya Top Coffe itu bisa dibilang “nyepam” banget. :v
Saya juga suka ngopi. Tapi belum pernah coba kedua kopi ini… Thanks analisisnya : 😀
Untuk pecinta kopi yang “beneran”, kedua kopi ini sudah jelas tidak enak. 😀
aku sukanya yang merk luwak, tapi kalau terlalu sering perutnya terasa penuh gimana gitu, jadi sekarang udah berhenti minum kopi. salam blogwalking 🙂
Kalo bahasa jawa sih itu namanya “sebah”, semacam ada angin di dalam lambung.
Saya juga ga sering ngopi kok, paling ga ada 3x seminggu. 🙂
Terima kasih atas kunjungannya.