Dua kali debat capres, semuanya berlangsung lancar, adem ayem tanpa hal yang aneh. Namun tidak demikian yang terjadi di tingkat bawah. Para pendukung capres saling serang, saling hujat dan caci maki.
Peristiwa ini utamanya terjadi di dunia maya, namun pernah juga sekali dua kali terjadi di dunia nyata, seperti yang terjadi di Lampung, Pamekasan dan Jakarta ini. Padahal sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi, manakala semua orang saling menghormati pilihan masing-masing. Perbedaan itu ada sebagai sebuah harmoni, sebuah kekayaan.
Saya sebenarnya tidak begitu antusias untuk ngomongin masalah capres. Saya tidak akan kampanye, meskipun saya berpihak pada satu pasangan calon. Saya akan berkampanye nanti setelah keluar dari bilik suara. Hehe. Meskipun begitu, insting kepo saya tidak hilang, saya terus mengikuti semua hal yang terjadi, utamanya di dunia maya tentang pilpres ini. Dan pada akhirnya saya mencapai sebuah kesimpulan yang saya buat sebagai status.
Dengan saling menghujat satu sama lain, terlepas dari apapun pilihan capresnya, saya akhirnya sampai pada suatu kesimpulan bahwa sebenarnya pribadi-pribadi tersebut memiliki bibit pemikiran fasis dan intoleran yang tanpa sengaja terkuak.
Kalo kata dosen saya dulu, orang semacam itu karena kekurangan kasih sayang orang tua semasa kecil, benarkah? Tanya Adolf Hitler!
Untuk melihat itu, kita kembali ke definisi fasis itu sendiri. Fasis adalah gerakan radikal ideologi nasionalis otoriter politik. Fasis berusaha untuk mengatur bangsa menurut perspektif korporatis, nilai, dan sistem, termasuk sistem politik dan ekonomi. Demikian menurut WikiPedia, yang saya kutip secara utuh tanpa dikurangi maupun ditambahin. Fasis menekankan pada singular atau tunggal, tanpa perbedaan. Apakah anda melihat gambaran besarnya?
Bisa dikatakan, fasis akan memberikan cap atau bahkan menyingkirkan siapa saja yang menghalangi jalan mereka. Dengan cara demotivasi (mengejek, menghina, menghujat, dll) ataupun dengan represif (pemukulan, penculikan, pembunuhan, dll). Paham fasis tidak mengenal perbedaan. Berbeda itu artinya musuh. Anda ingat frase populer di tahun 2001 yang diucapkan oleh George W. Bush? With us or against us. Bahkan bagi orang-orang fasis, orang yang netral itu dianggap musuh. Sudahkah anda melihat gambaran yang lebih kecil ini?
Oke, saya pecah menjadi lebih kecil lagi. Masing-masing kubu pendukung capres menganggap bahwa pihaknya adalah yang paling benar arah dukungannya dan menganggap yang lain salah arah. Padahal jika saya lihat, semuanya benar. Kedua capres adalah putra-putra terbaik bangsa. Mendukung salah satu diantaranya adalah benar jika kita menginginkan perubahan karena keduanya menginginkan perubahan dengan cara yang berbeda. Lalu, kenapa harus merasa paling benar dan melabeli yang lain salah? Ya itu, karena pada dasarnya mereka tidak bisa menerima perbedaan.
Disadari atau tidak, kita semua ini berbeda. Namun itulah yang kita butuhkan. Bagaimana kalau semua orang sama pemikirannya? Tentu hidup ini tidak asyik, bukan? Kita bisa mati kebosanan. Padahal kita ini adalah makhluk paling mudah bosan. Makanan saja kita tidak sama setiap waktu, kan? Coba pikirkan hal yang paling sederhana ini. Mungkin kita bisa sama dalam satu tujuan, namun jalan bisa berbeda.
Perbedaan adalah sebuah kodrat ilahi. Perbedaan itulah yang membuat dunia terus berjalan. Jika semua bintang, planet, asteriod dan komet besarnya sama, maka tidak akan ada alam semesta yang begitu harmonis. Semua hukum fisika yang kita kenal mungkin tidak akan berlaku. Jadi, masihkah berpikir memaksakan kehendak dan pilihan kita kepada orang lain?
Disclaimer: Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan Hanya Lewat. Redaksi berhak menyunting atau menghapus kata-kata yang berbau narsisme, promosi, spam, pelecehan, intimidasi dan kebencian terhadap suatu golongan.
Anda harus masuk untuk berpendapat.