Bagi aku yang belum terlalu berkecukupan secara materi, sedekah yang mudah ikhlas ya dengan berbagi ilmu. Untuk itulah aku selalu suka berbagi ilmu apapun.
Seseorang pernah berkata kepadaku, berbagi itu tidak harus menunggu saat mampu. Begitu pula dengan berbagi ilmu. Jika aku menunggu sampai menguasai suatu ilmu setinggi mungkin, maka bisa jadi tidak kesempatan bagiku untuk beramal jariyah.
Banyak suka duka yang aku alami selama membagikan ilmu. Mulai dari mendapatkan “murid” yang keren, hingga “murid” yang kampret. Hari ini aku akan membahas beberapa jenis murid kampret yang pernah kutemui.
Murid jenis ini adalah mereka yang malas membaca tapi ingin segera bisa menguasai suatu ilmu. Mereka tidak berpikir bahwa segala hal ada prosesnya. Setiap memiliki permasalahan, mereka ingin “disuapi” dengan solusi yang sudah pasti menyelesaikan masalah, tanpa perlu bersusah payah.
Yang lebih menyebalkan dari murid seperti ini adalah hal yang mereka tanyakan sebenarnya sudah ada di hadapan mata. Mereka hanya perlu membaca petunjuk, buku atau googling dengan kata kunci sederhana, tetapi tetap enggan melakukannya. Cukup ironis karena mayoritas yang demikian ini usianya masih sangat muda.
Murid yang seperti ini adalah murid yang unik. Setiap apapun yang keluar dari mulutku, dia akan mendebatnya dahulu. Meskipun perdebatan itu berujung pada penerimaannya pada pendapatku, ia tetap akan bersikeras bahwa pendapatnya yang benar. Ia tetap melakukan apa yang kuajarkan, namun tidak mengakui sepenuh hati. Unik, kan?
Selama ini aku hanya menemui satu orang yang seperti ini. Mungkin diluar sana ada banyak, tapi aku belum menemukannya lagi. Si kampret ini sampai sekarang menggunakan beberapa ilmu yang pernah aku ajarkan, namun ia tidak pernah mengakuinya. Ia mengatakan pada orang lain bahwa itu adalah hasil belajarnya sendiri. Alhamdulillah, ya?
Nah, jika kamu sudah sebal dengan kedua jenis murid diatas, kamu mungkin akan lebih sebal dengan yang satu ini. Bisa ditebak dari namanya, murid ini mencari ilmu gratisan yang kemudian ia akan jual kembali. Maksudnya adalah ia menjual ilmu itu dalam bentuk buku atau ebook.
Untungnya selama beberapa tahun ini saya tidak lagi menemukan murid yang seperti itu. Eh, ada satu sih, tetapi tidak terlalu parah. Pesanku kepada setiap orang yang aku ajari adalah untuk mengajarkan ke orang lain SECARA GRATIS. Murid jenis ini justru menarik bayaran ke orang lain. Tak salah sih, tetapi tidak beretika dan melanggar amanah.
Demikian tiga jenis murid paling kampret yang bisa kuceritakan. Dewasa ini dunia memang terbuka, semua saling berbagi lewat media internet, melakukan apa saja. Tetapi perlu diingat bahwa kita masih punya etika dan moral yang membedakan kita dengan makhluk lainnya.
Semoga tulisan ini dapat menjadi renungan bagi mereka yang termasuk tiga golongan diatas. Semoga segera bertobat. 🙂
Dibawah ini adalah pendapat yang dikirimkan pembaca atas artikel ini. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara bebas, anda boleh menulis apa saja asal mampu mempertanggungjawabkannya. Kami menerima kritik dan saran namun tidak menerima caci maki. Hidup cuma sekali, jangan sia-siakan hanya untuk menyakiti hati orang lain.
Disclaimer: Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan Hanya Lewat. Redaksi berhak menyunting atau menghapus kata-kata yang berbau narsisme, promosi, spam, pelecehan, intimidasi dan kebencian terhadap suatu golongan.
Anda harus masuk untuk berpendapat.
waooo.. pengalaman yang menarik. dan bermanfaat.